Sikap Ikhlas, Magnet Rezeki
Alkisah, ada seorang raja yang bijaksana. Rakyatnya hidup makmur sejahtera. Sang Raja punya dua orang putra yang sama-sama hebatnya. Karena itu, Sang Raja kebingungan, mana putranya yang akan diangkat jadi putra mahkota menggantikan dirinya.
Raja berharap, saat dirinya digantikan, rakyatnya tetap makmur sentosa. Maka, suatu hari, ia pun bertanya pada kedua putranya, “Wahai Putraku, aku ingin bertanya. Apa yang ingin kalian perbuat pada kerajaan ini jika menggantikanku?”
Putra pertama menjawab: “Wahai Ayah, kutahu kerajaan kita sudah sangat sejahtera. Karena itu, jika Ayah memberikan kepercayaan kepadaku, aku akan membuatnya makin kaya dan sejahtera. Kerajaan ini akan makin aku besarkan, bahkan hingga ke kerajaan tetangga.”
Sementara itu, putra keduanya berkata, “Ayah, aku tahu kerajaan ini sudah sejahtera. Karena itu, jika Ayah memercayakan kerajaan ini padaku, aku akan membuat rakyat makin sejahtera dengan menjaga tata nilai kerajaan ini agar mereka makin peduli satu sama lain. Aku berharap, bukan hanya sejahtera, semua rakyat bisa bahagia karena saling menjaga harmonisasi kehidupan di antara mereka.”
“Putraku. Kalian berdua adalah putra terbaik di kerajaan ini. Jawaban kalian berdua tentang masa depan kerajaan ini juga sama baiknya. Karena itu, aku memutuskan bahwa kalian berdua harus memerintah kerajaan ini bersama-sama. Untuk itu, aku akan membagi dua mahkota ini sebagai simbolisasi bahwa kerajaan ini akan aku bagi dua untuk kalian kembangkan sesuai dengan apa yang sudah kalian sampaikan tadi,” sebut Sang Raja sembari mencoba mematahkan mahkota yang dipakainya menjadi dua bagian dengan kapak yang sudah siap diayunkan ke simbol tertinggi kerajaan itu.
“Ayah betul. Kita bagi saja kerajaan ini jadi dua. Aku akan tunjukkan kepada ayah bahwa aku pasti bisa jadi raja yang lebih baik,” sambut putra pertama.
Namun, sebelum kapak terlanjur diayunkan, putra kedua segera berlari ke arah ayahnya dan mencegah kapak berayun. “Ayah, daripada simbol kerajaan tertinggi ini dibagi dua, saya rela tidak menjadi raja. Saya hanya ingin rakyat sejahtera. Saya khawatir, jika kerajaan ini dipecah jadi dua seperti yang hendak Ayah lakukan pada mahkota ini, yang ada bukannya sejahtera, tapi akan hancur berantakan karena bisa saja akan muncul perselisihan. Saya rela kerajaan ini diserahkan sepenuhnya pada Kakak, asal kerajaan ini tetap sejahtera.”
Raja tersenyum. “Putraku. Kamulah pemimpin sejati kerajaan ini,” sebutnya pada putra kedua. “Kamu tidak rela kerajaan ini pecah. Itu tanda bahwa kamu tidak haus akan kekuasaan. Nah, putra pertamaku. Aku tahu kamu juga hebat. Karena itu, bantu adikmu ini membangun kerajaan ini lebih sejahtera. Namun, kamu harus belajar lebih bijak, bahwa kekuasaan harus lebih digunakan untuk kebaikan.”
Putra pertama tertunduk malu. Ia pun berjanji, ia akan menjadikan nasihat ayahnya itu untuk menjadi putra yang lebih baik. Ia pun berjanji, dirinya akan menerima keputusan ayahnya dan mau membantu adiknya untuk membangun kerajaan yang lebih sejahtera.
Netter yang Luar Biasa,
Kisah tersebut sebenarnya menggambarkan bagaimana sikap jiwa besar, akan berbuah kebaikan yang lebih besar. Sang adik yang ikhlas melepas, demi kebaikan bersama, akhirnya justru mendapat keberkahan yang melimpah (kuasa yang diberikan ayahnya).
Demikian juga kita seharusnya dalam bersikap. Saat sedang memperjuangkan sesuatu, boleh saja kita “menuntut” ingin mendapatkan “hasil” yang seperti didamba. Namun, saat belum mendapat apa yang diinginkan, jangan berkecil hati. Justru, dengan berjiwa besar menerima hasil apapun yang diraih, kita sedang hendak “menuai” hasil yang bisa jadi akan jauh lebih besar dari yang kita sangka.
Mari, kita kembangkan sikap memiliki jiwa besar dan menjadikan “status” untuk melakukan hal-hal yang berlandaskan kebijaksanaan. Sehingga, saat kita memiliki kedudukan, saat kita berada di atas, saat kita punya kuasa, akan jauh lebih bermakna—karena kita bisa menggerakkan banyak orang untuk mencapai kebaikan dan kebahagiaan bersama. Dengan begitu, “rezeki” besar akan kita nikmati bersama, dalam hidup yang penuh dengan keberlimpahan dan kebahagiaan.
Sumber: Andrie Wongso
0 Response to "Sikap Ikhlas, Magnet Rezeki"
Post a Comment