Shaum Ramadhan, Suguhan Surga di Bumi Fana
Bayangkanlah sebuah sebuah pabrik makanan, yang berjalan dan berproduksi tiada henti selama 24 jam, terus menerus dan itu berjalan selama 11 bulan. Tak tergambar, pasti pabrik itu akan hancur, bahkan mungkin bisa meledak, karena tidak tahan dengan terus-menerusnya berproduksi tiada henti. Demikian halnya juga dengan tubuh manusia. Kurang lebih selama 11 bulan, seluruh mekanisme tubuh manusia, berjalan dan bekerja tiada kenal berhenti. Bisa dibayangkan, ibarat pabrik, tubuh manusiapun akan mengalami aus, rusak dan kehancuran.
Apa kaitan ilustrasi tersebut dengan ibadah puasa? Apa kaitan puasa dengan aspek fisik biologis manusia? Apakah benar, puasa bisa membuat seseorang lebih sehat? Apakah bisa diyakini bahwa ibadah puasa bisa membuat tubuh lebih fit? Padahal, secara kasat mata ibadah puasa justru bisa melemahkan dan mengurangi kekuatan tubuh? Itulah barangkali pertanyaan-pertanyaan yang harus diajukan, untuk lebih memahami dan meyakini, bahwa dengan keutamaan ibadah puasa berkaitan dengan fisik biologis manusia, manusia bisa mendapatkan kesentosaan.
Di bawah ini terdapat beberapa hal, yang bisa memperjelas fungsi dan manfaat puasa bagi tubuh manusia, dan ternyata penelitian medis (kesehatan) pun memiliki kesimpulan yang sama, antara lain :
1. Relaksasi. Memberikan kesempatan istirahat kepada tubuh untuk menormalkan dan mengembalikan kekuatan, sehingga tubuh kembali sehat, kuat dan fit.
2. Restrukturasi dan Rekonstruksi. Dengan melakukan ibadah puasa, tubuh diberi kesempatan untuk memperbaiki dan merekonstruksi kembali sel-sel yang rusak, menumbuhkan dan menguatkannya kembali, sehingga bisa berfungsi maksimal.
3. Membentuk ferformance ideal tubuh. Puasa membentuk pola hidup seimbang, antara konsumsi makanan, minuman dengan pengosongan. Hingga terbentuk ferformance ideal antara 1/3 makanan, 1/3 minuman dan 1/3 untuk pernapasan. Baru-baru ini seorang pakar kesehatan dari Amerika, Paul C. Bragg, N.D., Ph.D bersama anak perempuannya Patricia Bragg, N.D., Ph.D., menulis sebuah buku tentang rahasia berpuasa “The Miracle of fasting, proven through history for Physical, Mental and Spiritual Rejuvenation“. Dalam buku ini mereka mengungkapkan bagaimana sebenarnya puasa itu merupakan alternatif kesehatan yang dijadikan oleh Tuhan dan berasal dari dalam tubuh manusia itu sendiri, sehingga dapat memberikan terapi kesehatan, baik yang berkaitan dengan kesehatan fisikis, mental, dan spiritual.
Selama ini banyak orang menyangka bahwa puasa itu adalah sebuah ibadah yang hanya bersifat spiritual, ternyata puasa itu adalah keperluan hidup manusia yang menginginkan hidup lebih sehat, dan hidup lebih lama.
Pada awal tulisannya Bragg menyatakan bahwa binatang dalam kehidupannya telah mengetahui dengan instink yang diberikan kepadanya bagaimana untuk hidup, apa yang harus dimakan, dan apa yang harus diminum. Secara instink, makhluk binatang juga mengetahui bagaimana mereka harus berpuasa jika mereka terluka atau sakit. Secara alami, binatang hanya memakan apa saja yang baik untuk mereka, tetapi banyak manusia memakan apa saja dan berapa pun banyaknya tanpa menghiraukan apakah makanan itu akan berpengaruh kepada kehidupannya. Padahal kita mengetahui bahwa apa saja yang kita makan pasti akan diproses di dalam perut kita sehingga ada yang dapat hancur menjadi darah dan daging, ada juga yang harus dibuang, baik melalui kotoran ataupun keringat. Bahkan, bila makanan itu bersifat kimiawi, yang tidak bisa diproses oleh tubuh, bisa berakibat tubuh menjadi keracunan, bisa terkena toksid dan residu dalam badan manusia. Badan manusia adalah laksana mesin, yang memproses makanan yang masuk ke dalam tubuh untuk menjadi tenaga, sehingga manusia dapat bergerak dengan baik.
Sebagaimana layaknya sebuah mesin, maka tubuh manusia juga memerlukan waktu istirahat, sehingga mesin tersebut dapat berjalan dengan lancar, dan sebaliknya dengan memberikan masa istirahat alias turun mesin, maka mesin itu akan bekerja seperti baru lagi. Demikian juga dengan tubuh manusia, semua organ tubuh yang menjalankan tugas masing-masing memerlukan waktu istirahat.
Dalam kajian kesehatan, menurut buku tersebut, bahwa dalam setiap seminggu tubuh manusia itu memerlukan istirahat total selama duapuluh empat jam, atau dalam sebulan tubuh memerlukan istirahat selama tiga hari, atau dalam setahun maka dia memerlukan istirahat selama tigapuluh hari. Ini bukan sebuah kebetulan, jika dalam ajaran agama islam kita mengenal dalam setiap minggu ada puasa sunat hari senin dan kamis, dalam setiap bulan ada puasa sunat selama tiga hari berturut-turut yaitu tanggal 13, 14 dan 15, berdasar kalender bulan hijriyah, dan dalam setahun umat islam diwajibkan untuk berpuasa ramadhan selama satu bulan (28, 29 atau genap 30 hari). Subhanalah... berarti memang Allah Taala telah menetapkan suatu hukum puasa, baik itu puasa sunat seperti puasa sunat senin–kamis dan pusa sunat tiga hari dalam sebulan apalagi puasa wajib di bulan ramadhan sebagai suatu keharusan untuk menjaga kesehatan badan yang diperlukan oleh tubuh manusia. Laksana baterei, maka puasa adalah proses “recharge“ (ngecas ulang) energi yang sangat diperlukan oleh tubuh; dan laksana mesin, puasa adalah proses turun mesin yang diperlukan oleh seluruh organ dalam tubuh.
Kesehatan tubuh yang diakibatkan oleh puasa itu mengakibatkan kepada kesehatan mental dengan terkontrolnya nafsu sehingga membentuk keseimbangan dan ketenangan jiwa yang sangat diperlukan oleh kehidupan manusia modern. Keseimbangan dan ketenangan jiwa ini akan mengakibatkan kepada kejernihan berpikir dan bersikap.
Kejernihan berpikir akan buah pikiran yang bijak dan ide-ide yang cemerlang yang sangat diperlukan oleh seseorang di tengah menghadapi segala persoalan hidup. Itulah sebabnya banyak pemimpin dunia membiasakan berpuasa untuk membentuk kejernihan berpikir dan tindakan yang bijaksana.
Hippocrates, Bapak kesehatan Yunani berkata “Badan dan jiwa akan bekerja berama-sama. Apa saja yang terjadi di dalam badan akan mempengaruhi jiwa dan pikiran, demikian juga sebaliknya. Pikiran dan badan tidak dapat dipisahkan. Jika keduanya tidak dapat bersatu, maka stres emosi dan stress fisikis tak akan dapat dielakkan“. Menurut Bagg, pemimpin yang bijak sejak dari dahulu kala telah membiasakan diri dengan puasa, seperti Zoroaster, Socrates, Plato, Aristoteles, Hippocrates, sampai kepada Confusius dan Gandhi. Bragg dalam buku tersebut menceritakan bahwa pada bulan Juli 1946 dia pernah menemani Gandhi yang mengadakan perjalanan ke seluruh pelosok India untuk kampanye kemerdekaan. Gandhi melakukan perjalanan dari satu kampung masuk ke satu kampung yang lain dengan berjalan kaki, juga dengan melakukan puasa selama perjalanannya, yang memakan waktu tiga minggu. Pada waktu itu Gandhi berusia tujuh puluh tujuh tahun, tetapi kata Bragg, dia tidak terlihat letih, malahan dalam perjalanan tersebut dia melihat bahwa Gandhi dengan penuh kekuatan yang luar biasa, baik secara mental maupun fisikal. Walaupun berjalan di tengah gurun yang begitu terik, Gandhi tidak menampakkan rasa lelah, dia terus berjalan, dan hanya berhenti selama dua puluh menit jika berbicara dengan penduduk kampung dan menjawab pertanyaan selama dua puluh menit lagi, kemudian dia meneruskan perjalanan sucinya tersebut. Sewaktu ditanyakan kepadanya apa rahasia kekuatan tubuh dan semangatnya itu Mahatma Gandhi, bapak spiritual India itu menjawab : “All the vitality and energy I have, comes to me because my body is purified by fasting“. (seluruh kekuatan dan energi yang datang kepadaku adalah disebabkan oleh badan yang bersih melalui puasa).
Oleh sebab itu, Gandhi menganjurkan kepada rakyatnya untuk melakukan puasa sebab “The light of the world will illuminate within you when you fast dan purify your self “. (cahaya dunia akan bersinar dari dalam diri kamu, jika kamu melakukan puasa dan pembersihan diri). Di Klinik Pyrmont, Jerman, Dr. Otto Buchinger dan kawan-kawannya telah menyembuhkan banyak pasien dengan terapi puasa. Penyembuhan meliputi penyakit fisik dan kejiwaan, sehingga bisa dikatakan sebagai psiko-fisio terapi.
Setelah para pasien dirawat secara medis selama sekitar 2-4 minggu dan berdisiplin puasa, ternyata mereka lebih segar kembali baik secara fisik maupun secara mental. Mereka juga lebih bergairah hidup. Menurut pengalaman terapi di klinik ini, berbagai penyakit seperti ginjal, kanker, hipertensi, depresi, diabetes, maag dan insomania dapat disembuhkan melalui puasa.
Demikian juga yang terjadi di Moskow Institute of Psychiatry. Menurut Dr. Yuli Nekolar, setelah mengadakan riset dia menyatakan bahwa upaya penyembuhan secara medis yang disertai dengan puasa, hasilnya akan lebih baik dan lebih cepat. Hal ini juga telah dibuktikan oleh para pasein yang menjalani terapi puasa di klinik Health Spa di Amerika. (dikutip dari Mailist Internet tentang puasa :Google Search Engine) Aspek Psikologis Bila anda ingin selalu dibaluti rasa optimisme, penuh harapan, cita-cita dan kebahagiaan, maka lakukanlah puasa. Mengapa puasa bisa menumbuhkan semangat dan optimisme hidup?
Apakah benar puasa bisa menjadikan seseorang penuh harapan, suka cita dan kebahagiaan? Ada beragam manfaat dan hikmat puasa, berkaitan dengan psikologi (kejiwaan) manusia, diantaranya adalah:
1. Melatih kesabaran. Bayangkan, selama lk. 14 jam dari mulai terbit fajar (shubuh) sampai terbenam matahari (maghrib) tidak makan dan minum. Secara fisik biologis, tidak bisa dipungkiri, tubuh akan terasa lemas, lemah, letih dan lesu. Secara tidak langsung, jiwa kita dilatih untuk sabar dan tabah dalam menjalani proses ujian ini. Dan bila berhasil, artinya bisa tuntas sampai maghrib, ada rasa bahagia, sukses dan suka cita tiada terkira yang dirasakan oleh jiwa. Kesabaran menjalani ujian dan pelatihan, berbuah sukacita dan kebahagiaan.
2. Melatih pengendalian diri. Tidak makan dan minum di siang hari, serta menjauhkan diri dari hal-hal yang bisa merusak puasa, adalah ujian pengendalian diri. Manakala kita mampu menjalaninya, artinya bisa menuntaskan kewajiban puasa sampai menjelang buka, selama satu bulan penuh, sungguh suatu kepuasan, kebahagiaan, kesuksesan dan keberhasilan jiwa, yang akan melahirkan rasa bahagia tiada terkira. Itulah makna dari ibadah puasa, yang akan menimbulkan rasa optimisme, bahagia dan suka cita.
3. Menanamkan dan mengembangkan optimisme berkelanjutan. Selama Ramadhan, tiada hari tanpa merajut dan merenda harapan dan optimisme. Walau terasa lelah, letih, lesu, lapar dan haus di siang hari, namun segumpal harapan tetap tertanam kuat, karena ada saat istimewa yang ditunggu-tunggu, yaitu buka puasa pada waktu maghrib tiba. Setiap detik yang dilalui terasa begitu istimewa. Sehingga ada perasaan sayang, kalau tidak mengisinya dengan ragam kegiatan penambah keimanan dan ketakwaan, misalnya membaca al Qur’an sampai khatam, membaca buku-buku keislaman, atau buku-buku lainnya yang bisa menambah motivasi dan energi hidup. Aspek Sosiologis dan Humanis Apa yang dimaksud dengan aspek sosiologis dan humanis dikaitkan dengan puasa? Apakah benar, bulan puasa, bisa melahirkan rasa solidaritas dan kepedulian kepada sesama?
Apa kaitan puasa dengan aspek kemanusiaan? Bulan Ramadhan adalah bulan kemanusiaan, kepedulian sosial dan cinta sesama. Bulan yang tidak membedakan antara kaya dan miskin, pejabat maupun rakyat, antara kaum elit maupun alit. Rasa lapar, haus, letih dan lelah, saat menjalankan ibadah puasa, apalagi bagi yang sama-sama menjalankannya, ada perasaan senasib dan sepenanggungan, yang pada akhirnya akan melahirkan solidaritas kemanusiaan yang kental dan kuat (altruisme). Yang kaya dan kaum elit maupun pejabat rela membantu kaum miskin dan alit. Hal ini, diperkuat pula dengan beragam dalil naqli, baik yang ada di dalam Al Qur’an maupun hadis-hadis Rasulullah SAW, tentang berbagai keutamaan bulan Ramadhan, khususnya yang berkaitan dengan aspek solidaritas kemanusiaan.
Aspek Ekonomis dan Ekologis Apa kaitan ibadah puasa dengan aspek ekonomi dan ekologi? Fungsi dan manfaat apa yang bisa didapatkan dari ibadah puasa, berkaitan dengan kehidupan ekonomi masyarakat dan ekologi (lingkungan)? Apakah benar, bulan Ramadhan, bisa dijadikan momentum bulan efisiensi dan penghematan sekaligus kepedulian terhadap lingkungan? Secara ideal, seharusnya pada saat bulan puasa, tingkat konsumsi makanan, minuman dan lain-lainnya, bisa ditekan dan dikurangi. Bagaimana hal itu bisa terjadi? Karena saat orang melakukan puasa, kegiatan makan dan minum, biasanya hanya berlangsung saat buka dan sahur saja, tidak lebih tidak kurang. Seteguk air putih dan beberapa butir kurma maupun makanan manis khas di bulan Ramadhan, yang dikonsumsi saat berbuka, biasanya cukup mengenyangkan. Terkecuali bagi orang yang memang dari dulunya sudah rakus, “gembul” dan “leuleuwiheun”.
Ketika pengurangan tingkat konsumsi terjadi, maka secara tidak langsung ada upaya efisiensi dan penghematan massal. Bila konsumsi berkurang, maka jumlah sampah rumah tangga yang dihasilkan dalam beragam bentuknya, setidaknya akan berkurang pula. Tidak bisa dibantah, bahwa hampir semua kemasan makanan saat sekarang ini, hampir seluruhnya menimbulkan sampah. Beragam jenis sampah yang dihasilkan dari rumah tangga seperti plastik, kertas, bungkus-bungkus dan sebagainya, yang selama ini hampir memenuhi di berbagai tempat, jalan, sungai, got, pasar, sekolah, rumah dan tempat-tempat lainnya, yang tidak bisa dipungkiri, menjadi ciri khas kebiasaan dan lingkungan masyarakat di tanah air, bahkan akhir-akhir ini fenomena sampah menjadi momok menakutkan, setidaknya akan berkurang drastis. Jika pada bulan Ramadhan, ternyata kita mampu mengurangi jumlah sampah dari sisa-sisa makanan, alangkah indah dan bersihnya, kalau kemampuan berhemat dalam mengkonsumsi makanan yang banyak menimbulkan sampah ini, menjadi kebiasaan 11 bulan kemudian. Dipastikan, fenomena gunung dan semrawutnya sampah di berbagai tempat akan berkurang secara signifikan. Tapi mungkinkah? Pelaksanaan Ramadhan Agar apresiasi dan penghayatan terhadap ibadah shaum (puasa) selama bulan Ramadhan bisa lebih tajam meningkat, sehingga bisa meraih dan mereguk hikmah, pesona dan keindahannya secara maksimal, sesuai dengan tuntutan Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW, maka setiap individu muslim perlu melakukan berbagai kegiatan, antara lain :
Persiapan. Kegiatan persiapan ini meliputi beberapa hal penting, diantaranya:
* Membersihkan jiwa, hati dan perasaan (tazkiyatunnafsi)
* Menguatkan niat dan tekad, misalnya puasa kali ini harus lebih baik dari puasa kemarin, saya harus khatam minimal 2x dalam puasa ini, saya harus lebih banyak bershodaqoh lagi dan seterusnya.
* Silaturrahmi dan Mushofahah diantara sesama keluarga, saudara, teman-teman serta kaum muslimin pada umumnya, agar bisa saling membebaskan dari segala kekotoran hati dan saling memaafkan
* d. Menambah dan meningkatkan penghayatan, ilmu dan wawasan tentang keutamaan shaum Ramadhan melalui kegiatan membaca, ngaji dan ngelmu, mendengar ceramah (audio visual) dan sebagainya. Pelaksanaan. Ada 3 kegiatan ibadah utama di bulan Ramadhan, yaitu
: * Imsak, yaitu menahan dan mengendalikan diri jasmani maupun ruhani. Pengendalian Jasmani menahan diri dari makan, minum dan berhubungan suami isteri di siang hari. Sedangkan secara ruhani, menjaga diri dari segala sesuatu yang bisa mengurangi nilai puasa, seperti mengumpat, mendengki, menyakiti orang lain dan sebagainya.
* Rattil Al-Qur’an (membaca al Qur’an). Ramadhan adalah Syahrul Qur’an (bulan mengakrabi Al Qur’an). Usahakan untuk selalu membaca al Qur’an sepanjang Ramadhan, minimal 1x khatam, lebih baik lagi kalau bisa berkali-kali khatam.
* Qiyamullail (shalat malam). Kebanyakan kaum muslimin melakukan Qiyamullail setelah shalat Isya, atau lebih dikenal dengan Shalat Tarawih. Secara harfiyah, shalat tarawih yaitu shalat yang dilakukan secara berjama’ah, dalam suasana santai, berselang-seling antara shalat dengan istirahat. Walau dalam kenyataannya, sebutan yang pantas adalah Shalat Tajawir, karena kebanyakan dilakukan “ngebut”, dengan ciri bacaan imam yang khas dan cepat, hampir tidak ada jeda sama sekali. Ada yang 11 raka’at, 8 raka’at plus 3 witir, ada juga yang 23 raka’at, 20 raka’at plus 3 witir.
Manakah diantara keduanya yang paling benar? Kita jangan terlalu memusingkannya, karena memang masing-masing memiliki dalil sandarannya. Yang salah adalah mereka yang tidak pernah tarawih. Namun kalau kita ingin benar-benar mencontoh Qiyamullail Rasulullah SAW beserta para sahabat, maka lakukanlah Qiyamullail itu pada sepertiga malam, yaitu antara jam 1 s/d 3 malam, setelah kita istirahat tidur malam. Dalam suasana hening dan dinginnya malam, saat itulah, sebenarnya bisa kita dapatkan dan rasakan “sensasi” dan nikmatnya shalat malam. Apalagi setelahnya dilanjutkan dengan Rattil al Qur’an. Sungguh suatu pengalaman ruhani spiritual yang indah, eksotis tiada terkira. Penasaran? Mau mencoba? Sunnah-sunnah Ramadhan. Selama melaksanakan shaum Ramadhan, perbanyaklah amalan-amalan yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW, diantaranya :
* Menyegerakan buka puasa dan mengakhirkan sahur.
* Memperbanyak infaq dan shodaqoh, terutama kepada anak-anak yatim, fakir miskin, janda, jompo, orang-orang tidak mampu.
* Memperbanyak bacaan wirid, dzikir dan doa. Menjelang Akhir Ramadhan. Sunnah Rasulullah SAW beserta para sahabat, bila menjelang akhir Ramadhan dan memasuki ‘Iedil Fitri, justru mereka lebih intensif dan lebih memperbanyak kegiatan ibadah, antara lain:
* Melakukan I’tikaf, yaitu berdiam diri di mesjid dengan memperbanyak membaca al Qur’an, wirid, dzikir dan doa
* Menunaikan zakat fitroh Hari Raya ‘Iedul Fitri.
* Bila sudah memasuki malam ‘Iedul Fitri, memperbanyak bacaan Takbir, Tahmid, Tasbih dan Tahlil sampai menjelang sholat ‘Iedil Fitri, baik secara kelompok maupun sendirian.
* Menunaikan Shalat Sunnah ‘Iedul Fitri. Sunnah Rasulullah SAW beserta para sahabat melaksanakan shalat ‘iedil fitri di lapangan. Kecuali kalau hujan, maka shalat dilaksanakan di mesjid.
* Disunnatkan untuk mandi besar, memakai minyak wangi dan mengenakan pakaian terbaik yang dimiliki.
* Bersilaturrahmi dan mushofahah dengan sesama saudara, tetangga dan kaum muslimin. Berbagi bahagia di hari kemenangan, saling memaafkan dan membebaskan. Dengan ragam pelatihan diri yang dilakukan selama Ramadhan, didasari keikhlasan, rendah hati, penuh rela dan keridloan, diharapkan kebiasan-kebiasaan baik selama satu bulan tersebut, diharapkan menjadi kebiasaan terus menerus dilakukan oleh kaum muslimin selama 11 bulan kemudian.
Bila hal itu telah menjadi kepribadian dan kebiasaan diri, berbahagialah Anda, itu berarti pertanda Anda telah mendapatkan lailatul qodar. Apa itu Lailatul Qodar? Secara generik bahasa, Lailatul Qodar terdiri dari 2 kata, Lailatul artinya suatu malam dan Qodar memiliki berberapa arti diantaranya kepastian, hitungan, terukur, rasional, sistematis dan harmonis. Seperti firman Allah SWT: Wa Khalaqna Kulla Syaiinbiqodarin , “kami ciptakan segala sesuatu dengan qadar, artinya terukur, rasional, penuh perhitungan, sistematis dan harmonis”. Sehingga dari keqodarannya ciptaan Allah, manusia bisa menemukan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi sampai dengan sekarang. Dengan demikian, arti Lailatul Qodar secara bahasa bermakna malam yang penuh dengan kepastian, perhitungan, terukur, sistematis dan harmonis. Berdasar keterangan al Qur’an, Lailatul Qodar, seperti dijelaskan dalam QS. Al Qodar, nilainya lebih baik dari 1000 bulan (83 tahun), para malaikat turun ke bumi bersama malaikat Jibril dengan izin Allah membawa kedamaian, ketenangan dan ketentraman, hingga terbit waktu fajar. Dalam ayat lain, lailatul qodar disebut juga dengan lailatul mubarokah, malam yang penuh dengan keberkahan. Secara psiko-religi-spiritual, orang yang mendapatkan Lailatul Qodar, tentu saja setelah melewati proses pelatihan diri (self Training) melalui puasa, shalat malam, membaca dan memaknai al Qur’an, mengaji dan mengkaji, merenung disertai wirid, dzikir dan istighfar (kontemplasi dan meditasi), berarti orang yang telah tertanam di dalam hati, fikiran dan jiwanya keyakinan, kepastian dan perhitungan hidup, untuk apa diciptakan, apa yang harus dilakukan selama hidup di dunia dan hendak kemana akhir tujuan hidupnya. Sehingga dalam menjalani hidup, orang tersebut akan lebih optimis, besar keyakinan, sabar, ikhlas dan tawakkal, tidak mudah putus asa dan menyerah, namun bertindak hati-hati, waspada, dan penuh perhitungan. Sehingga hidupnya akan berlimpah dengan keberkahan, kemurahan, kemudahan, kedamaian dan kebahagiaan. Mungkinkah kita termasuk golongan orang tersebut? Yaitu mereka yang telah menyerap dan menghimpun qadar Allah dalam dirinya, sehingga benar-benar merasakan hidup penuh dengan sensasi surgawi. Insya Allah, Andapun bisa, mengapa tidak?
Wallahu A'lam Bisshowwab....
Sumber: Cerita Motivasi & Inspirasi
0 Response to "Shaum Ramadhan, Suguhan Surga di Bumi Fana"
Post a Comment